tapak-tapak yang berserak dari jalinan rasa dan karsa dalam menghasilkan sebuah karya

Sabtu, 04 Desember 2010

Saat Rasa Masakan dan Design Bersatu Dalam Perut di Inggil Resto.

Saat mendapat project untuk me-redesign interior sebuah hotel berbintang yang lumayan jadoel di kota Malang, Jawa Timur,  kami berkesempatan mendatangi sebuah rumah makan yang relatif baru di kota itu tetapi interiornya sangat old fashioned dan di tata secara mantap. Unik, kreatif, inspirasional dan sangat historical.

Sebetulnya ada kekhawatiran dalam diri kami saat rekan kami memberitahu nama tempat itu, INGGIL RESTO. Sepertinya dari segi nama kurang meyakinkan kami. Karena sesuai dengan bidang pekerjaan yang kami pilih, maka salah satu syarat kami berkuliner (apalagi di daerah lain) adalah masakannya harus sip ... ini pasti ... dan syarat kedua yang harus ada juga yaitu tempat itu HARUS memiliki interior dan penataan ruang yang asyik menurut kami. Jadi seperti judul di atas bahwasanya untuk kami, design dan kuliner harus bersatu dalam perut.

Tetapi kekhawatiran kami tidak terbukti sama sekali bahkan berbalik 180 derajat. Begitu  tiba di tempat parkir kami sudah disambut ramah oleh tukang parkir yang wajahnya penuh senyum dan secara tiba-tiba mata menangkap sebuah pemandangan unik. Ada sebuah panggung mini untuk pertunjukkan wayang kulit di sisi sebelah kanan pintu masuk. Dan karena secara tiba-tiba sudah disuguhi sebuah image yang menakjubkan maka rasa penasaran segera mendorong kami untuk cepat-cepat memasuki resto tersebut.
Panggung kecil untuk pertunjukkan wayang kulit di halaman muka
Saat kaki mulai melangkah memasuki selasar menuju pintu masuk, maka disepanjang selasar  itu mata dan rasa keingintahuan kami disambut dengan barisan kliping dari berbagai majalah dan koran tempo doeloe yang kemudian dibingkai dan dipasang berjajar. Kebanyakan berita ataupun gambar yang di-kliping memang yang mempunyai kaitan dengan kota Malang, seperti misalnya gambar mengenai operasi lalu lintas yang dilakukan polisi di seputaran alun-alun pada tahun 1932, berita peresmian hotel Palace (atau sekarang Hotel Pelangi) pada tahun 1925, dan sebagainya, tetapi kami rasa sangat informatif dan menambah wawasan kami sebagai warga yang notabene bukan warga Malang. Apalagi pada beberapa sudutnya diletakkan pesawat-pesawat telepon tua, radio-radio tua dan berbagai benda antik lainnya yang menambah asyik suasana yang ada.
Lorong Masuk ke areal makan yang dihiasi gambar kliping dari koran dan majalah dulu
Tetapi yang paling mencengangkan kami dan kebetulan berkaitan dengan apa yang selama ini menjadi bidang pekerjaan kami adalah adanya gambar teknik arsitektur asli dari rencana pembangunan Mesjid Besar kota Malang, di mana tertera tanggal pembuatan gambar itu adalah 24 Februari 1923. Menakjubkan.
Sebuah gambar kerja arsitektur Mesjid Besar Malang 1923
Memasuki area makan, lagi-lagi kami dibuat takjub. Deretan topeng menghadang langkah kami sekaligus seperti menyambut kami dengan berbagai ekspresinya. Jajaran meja kursi terbuat dari jati dengan model meja dan bangku warung seakan siap kami duduki dan barisan pelayan dengan dandanan khasnya (perempuan memakai kebaya, sementara lelaki mengenakan beskap model kolonial) membuat kami semakin yakin bahwa seluruh syarat kami dalam berkuliner dapat terpenuhi di sini.
Barisan topeng menyambut
Ditengah-tengah area makan ada sebuah display yang menyerupai warung kecil betul-betul mengusik pandangan kami. Terbuat dari bambu dan tetap dengan pernak-perniknya yang khas tempo doeloe warung itu kian terasa menambah keyakinan kami itu. Apalagi banyak sekali ornamen-ornamen jaman dulu yang menghiasi dinding di seluruh area makan tersebut, ada plang-plang iklan, mesin tik, radio-radio, peralatan makan, fosil-fosil dan sebagainya.
Warung kecil mengusik di tengah area makan
Dan yang menambah kekaguman kami di ujung ruangan area makan tersebut, berdiri dengan megah sebuah panggung besar yang berisi komplit seperangkat gamelan yang pada waktu-waktu tertentu dipergunakan untuk menampilkan beragam kesenian, seperti ludruk, wayang orang, musik keroncong, dan sebagainya. Tetapi berhubung malam itu tidak ada pagelaran, maka hanya lagu dari kelompok Koes-Plus yang diperdengarkan pada kami, sungguh menambah romantisme tempo doeloe.
Panggung Madya
Nah, tibalah saatnya kami memulai petualangan perut kami. Dengan buku menu yang covernya terbuat dari sampul buku besar kantor jaman dahulu, mulailah mata kami menyusuri daftar-daftar makanan yang disajikan di tempat tersebut. Dan ternyata seluruhnya adalah menu asli khas Indonesia. 
Berhubung genderang dalam perut sudah berbunyi kian nyaring, maka tanpa panjang lebar kamipun mulai memesan. Ada yang memsan sayur lodeh, ada yang pingin pecel lele, ada yang suka tempe penyet, ada yang mau kangkung cha dengan minuman-minumannya yaitu soda gembira, juice sirsak, es teh manis dan sebagainya. Apalagi disajikan dengan wadah dan tempat yang menarik. Hmmm ...sikat abis!
Makanan yang disajikan dengan menarik
Karena beberapa dari kami tidak merokok, maka rekan-rekan yang kebetulan terjangkit ketagihan merokok segera mengasingkan diri menuju ruang depan untuk menuntaskan segala ritual suci yang selalu dilakukan sehabis makan tersebut. Di ruang depan kebetulan ada beberapa meja kecil yang sepertinya memang disediakan bagi kaum perokok tersebut. Yang unik adalah asbak-asbaknya terbuat dari anglo yang dialih fungsikan, dan yang lebih mengasyikkan setiap asbak tersebut diapit oleh dua patung kecil yang "sex educational" banget Kreatif dan menarik.
The sex educational statue
Akhirnya setelah mengakhiri ritual makan-makan jasmani dan rohani kami tersebut, dengan rasa enggan kamipun harus segera angkat kaki dari tempat tersebut. Apalagi ternyata jumlah yang harus kami bayarkan pada kesempatan itu kami rasa masih dalam batas yang wajar dan sangat sesuai dengan ekspektasi yang kami harapkan. Maka tidak salah rasanya bila kami berjanji dalam hati untuk selalu mengunjungi tempat tersebut setiap kali kami berkunjung ke kota Malang.

Ditengah tekanan pekerjaan yang saat itu sedang kami laksanakan, akibat date-line yang terasa seperti terus mengejar, maka kunjungan kami ke tempat tersebut terasa bagaikan oase yang sedikit dapat menyegarkan kami dan memberikan semangat baru serta keyakinan pada kami bahwa masakan yang enak serta design yang asyik akan bersatu dalam perut dan memberikan inspirasi baru kepada kami untuk tetap melanjutkan karya-karya kami. 

Tetap berkarya sambil makan enak !

Jumat, 12 November 2010

MENDADAK BAMBU


Ditengah kegelisahan karena sering "dipaksa" untuk memakai bahan kimia paling berbahaya di dunia, styrofoam, dalam berbagai karya yang kami hasilkan, dan senada dengan konsep GO GREEN yang makin mendapat tempat istimewa di hati kami semua, maka kamipun berusaha mencari alternatif material terbaik yang tidak membahayakan kami sebagai pembuat, memuaskan klien sebagai pemesan sekaligus proyek idealis masa depan yaitu mewariskan dunia yang lebih sehat dan bersahabat pada anak cucu kelak.
Maka kamipun berusaha untuk lebih mencari tahu kira-kira material apa yang dapat kami pakai sekaligus kami eksplore tetapi tidak beracun dan lebih ramah serta bersahabat. melalui buku atau di internet Mendadak ada sebuah tulisan mengenai rumah bambu tahan gempa menyelinap disela-sela pencarian kami melalui mesin pencari Google yang super komplit tersebut. Sekilas tertarik akan tulisan tersebut, maka kata demi kata dalam tulisan tersebut  mulai kami lahap. Semakin jauh membacanya, ketertarikan dan rasa kagum kami akan bambu, material yang selama ini terabaikan dan sama sekali tak tersentuh oleh hasrat seni kami, semakin membuka mata kami bahwa ada material yang murah, indah, kuat sekaligus begitu banyak tersedia di sekitar kita menanti untuk di 'eksplore' oleh tangan-tangan yang haus akan rasa kreatifitas.

Secara mendadak pula, bambu menjadi topik pembicaraan yang hangat diantara kami, sekaligus membuat kami penasaran dengan rasa ingin tahu yang begitu deras mengalir memenuhi ruang imajinasi kami. Bahkan saking tiba-tibanya kami jatuh cinta akan material tersebut, salah seorang clidders memutuskan untuk menggunakan bambu sebagai material konstruksi utama dalam pembangunan rumah yang sedang ia laksanakan. Lagi-lagi dengan bapak Google yang setia menemani sekaligus melakukan diskusi-diskusi bersama rekan-rekan komunitas pencinta bambu di jagat maya kami berusaha mencari informasi yang lebih mengenai material yang mendadak jadi primadona di lingkungan kami itu.

Thanks God, tidak berapa lama bergabunglah orang yang selama ini sering bergelut dengan bambu secara tradisional ke dalam team kami alias clidders.  Di daerahnya dia dikenal sebagai pengrajin yang sering mengerjakan bambu, baik untuk arsitektural, furniture maupun handicraft, dalam pola serta design yang tradisonal dan baku dari waktu ke waktu. Namun secara tradisonal pula kami yakin bahwa pengetahuannya akan tanaman serta material yang bernama bambu itu pasti sudah mumpuni. Oleh karenanya ide kami yang lebih moderat kami coba untuk dipadukan dengan pengetahuan tradisional yang beliau miliki, hasilnya sebuah karya yang kami rasa lain daripada yang lain. Tetap fungsional namun memiliki sentuhan seni yang lumayan sekaligus tetap mengandung unsur kekinian sehingga still up to date.

Inilah beberapa handicraft bambu yang telah kami hasilkan :

Mug
Lampu Meja (unfinished)
Nampan (unfinished)
Tempat Tissue di Toilet (unfinished)
Lampu Gantung
Selain barang-barang handicraft seperti di atas, kamipun mencoba untuk membuat sesuatu yang dari segi kekuatan perlu dipertanggung jawabkan, seperti misalnya untuk arsitektural maupun konstruksi secara umum. Karya-karya kami di seksi ini, diantaranya :

Bedug Bambu


Rumah Setengah Bambu (unfinished)
Sebuah Saung berbentuk Warung untuk Dekorasi Indoor
Proses Pembuatan Saung Gazebo



Sebuah Surau Kecil dari Bambu Untuk Dekorasi Indoor
Walaupun ada sedikit kendala dalam proses pengawetannya akibat tidak adanya lahan yang cukup untuk proses tersebut namun kami tetap yakin dan merasa semakin mantap untuk kian memperluas eksplorasi bambu dalam karya-karya kami di masa mendatang. Demikian juga  masih ada keterbatasan untuk secara penuh menggantikan barang-barang polutan yang selama ini kami gunakan, namun kami tetap berupaya untuk sedapat mungkin menghasilkan sebuah karya yang lebih ramah terhadap lingkungan sekaligus berusaha untuk "semakin meracuni" klien-klien kami dengan rayuan agar mau menggunakan material yang super ini : BAMBU, dalam setiap pekerjaan yang mereka limpahkan kepada kami.

Bamboo ...
bend without broken
gentle, yet strong
and straight to the point, yet flexible... !

Salam kreatif sambil tetap memuliakan alam raya !

Jumat, 22 Oktober 2010

Mengurus Pajak Reklame ?? Ohhh .... No !

Semenjak perusahaan kami mulai banyak mengerjakan media-media promosi luar ruang, maka "mau-tak-mau" kamipun harus mulai juga mengurus Pajak Reklamenya agar media-media promosi tersebut, contohnya : billboard, sign board, neon box, dsb, secara legal formal dapat terpasang ditempat yang benar dan diidam-idamkan oleh klien.

Dari segi pendapatan perusahaan, maka pekerjaan pengurusan pajak dan perijinan reklame sebenarnya dapat mendatangkan income yang lumayan. Biasanya untuk pajak dan perijinan reklame di jalan-jalan utama akan menghabiskan biaya puluhan juta rupiah, jika 10 % - nya saja (minimal) kita anggarkan sebagai biaya jasa, maka jutaan rupiah dapat menjadi sebuah pendapatan yang menjanjikan.
Walau demikian, jika boleh memilih, maka biasanya kita menghindari produksi media-media promosi itu plus pengurusan ijin dan pajaknya. Lho mengapa demikian ? Kok malah lari dari income yang cukup menggiurkan itu ? Apakah merasa sudah cukup sehingga merasa tidak perlu lagi ? Bukan saudara-saudara. 

Ada 3 alasan yang mendasari kami sehingga sebetulnya kami malas mengerjakan itu (tetapi berkali-kali akhirnya situasi dan kondisi memaksa kami untuk selalu melakukannya), yaitu :
  1. Pekerjaan yang sangat terasa nuansa KKN-nya, untuk mendapatkan Surat Ijin Pemasangan Reklame (SIPR) dan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) untuk reklame yang akan kita pasang maka kita harus mengurus banyak sekali Surat-Surat Perijinan, dan surat-surat tersebut harus kita lampirkan saat kita hendak mengurus SIPR tersebut. Diantaranya adalah surat dari Dinas PU , Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup (AMDAL), dll (dapat dilihat pada Perda Kota Bandung No. 02/3007). Ribet khan ? Tetapi seperti biasanya tidak ada yang sulit di negeri ini, asal ada uang. Dan karena banyak sekali proses yang akan di by-pass maka uang yang dibutuhkan lumayan besar sekali. Dari pengalaman kami untuk mengurus perijinan dan Pajak  1 tahun sebuah neon box ukuran 1 x 2 meter di kawasan jalan utama kota Bandung akan dibutuhkan biaya (yang diminta oknum tertentu) sekitar Rp. 15.000.000,00, sementara SKPD yang kami terima (setelah pengurusan itu) hanya Rp. 1.200.000,00 untuk satu tahun. Bayangkan, berapa ribu persen harus disediakan oleh klien untuk nilai Pajak yang sesungguhnya itu.
  2. Pekerjaan yang mengundang kecurigaan klien, pada beberapa kasus dimana klien untuk pertama kalinya meminta kami mengurus hal tersebut untuk reklame yang mereka inginkan, maka penggelembungan nilai pengurusan dibandingkan nilai asli pajak tersebut, menjadi sesuatu yang mengundang kecurigaan sekaligus menjadi duri yang sangat tajam dalam hal relasi kami dengan klien. Ada beberapa yang memandang kami-lah yang menggelembungkan nilai tersebut, sehingga kamilah yang dipandang licik dan mengada-ada. Apalagi kami tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran apapun kepada klien (yang berkenaan dengan pengurusan itu), karena kamipun tidak dapat meminta bukti apapun kepada oknum yang membantu kami. Hanya selembar SKPD yang nilainya tidak seberapa itu, lain tidak !
  3. Pekerjaan yang kurang kepastian hukumnya, lho kenapa demikian ? Padahal inti dari pekerjaan ini adalah kita berusaha mendapat kepastian hukum dari sebuah reklame yang kita pasang, tetapi kok malah jadi kurang kepastian hukumnya. Inilah pengalaman kami : Suatu kali kami pernah mendapat pekerjaan produksi beberapa puluh spanduk dan pemasangannya. Dengan melalui perantaraan oknum tertentu, kamipun mengurus ijin dan pajaknya. Seperti biasanya jika ijin pemasangan dan pajaknya telah diurus maka spanduk-spanduk tersebut akan distempel dan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang. Setelah proses tsb lengkap, maka tibalah kami memasang- puluhan spanduk-spanduk itu diseantero kota, dan karena mencari kenyamanan maka kami mengerjakannya mulai malam hari hingga pagi menjelang. Beres. Tetapi apa yang terjadi keesokan harinya, hampir sebagian besar spanduk yang kami pasang itu raib dari tempatnya. Dan ternyata spanduk-spanduk kami tsb diambil oleh instansi terkait, dengan alasan ijinnya tidak melalui koordinasi dengan instansi tersebut. Akhirnya karena kami dipandang tidak selesai mengerjakan pekerjaan kami tersebut, maka klien menolak untuk membayar pekerjaan tersebut, dan tinggalah kami lintang pukang mengurus masalah tersebut (yang sampai hari inipun tidak ada penyelesaiannya sama sekali !)






Itulah 3 hal yang mendasari kami untuk "sedikit antipati" pada sebuah pekerjaan yang bernama Pengurusan Perijinan dan Pajak Reklame, tetapi karena kami sedikit banyak memang ada di bisnis ini maka seringkali kami terpaksa mengerjakan pekerjaan tersebut walau kadang-kadang dibarengi dengan perasaan was-was, takut, benci, pengen marah, dan sebagainya. Oleh karena itu jasa seorang oknum tetap kami pelihara, walaupun kami tahu bahwa tindakan kami inilah yang sebenarnya makin membuat carut marut dunia pengurusan perijinan di negara kita ini, tetapi bayangkan kalau kita harus mengurus sendiri semua masalah itu. Akankah kita dapat menyelesaikannya dalam waktu cepat ? Akankah kita dapat mengurusnya dengan mudah ? Atau malah barangkali akankah dapat kita mengerjakannya sendiri ?
Wallahualam ... 
Salam sejahtera selalu dan tetap berpikiran merdeka !


Minggu, 17 Oktober 2010

Kupas Puisi : My Illuminated Discussion

dalam remang cahaya bertukar kata
terjemahkan gambar yang terpatri dalam kepala
posisikan letak agar indah terasa nyata

dalam remang cahaya tunjukkan arti
merekayasa jati diri
lalu terbang mengitari malam mencari lokasi

dalam remang cahaya pastikan tanggungjawab
walau mulut terus menguap
takkan menyerah sebelum menancap ! 

 (Dibuat oleh Mahdie Quintana di dalam blognya http://mahdiequintana.blogspot.com 8 Juni 2010)

Puisi yang dibuat saat malam hari (dimana waktu yang dirasa paling cocok untuk bekerja), dimana kami semua sedang terlibat diskusi panjang tentang visual yang akan tercantum dalam sign pole (neon box) yang dihasilkan di workshop kami. Segala debat panjang dan diskusi malam itu, pasti dan tidak lain, adalah sebagai salah satu cara dan usaha kami untuk lebih meningkatkan customer satisfaction (dalam hal ini BNI) karena itulah cara terbaik menurut kami, yang harapannya dapat lebih meningkatkan order pekerjaan kami ,terutama dari customer ybs, sehingga harapannya pula pundi-pundi seluruh clidders dapat terisi penuh pula he...he...

Jadi walaupun mungkin sudah terkantuk-kantuk, karena sudah bekerja dari pagi hingga malam menjelang subuh, kami tidak akan menyerah sebelum media yang kami buat itu dapat terpasang dengan baik, di tempat yang baik, sehingga hasilnyapun baik untuk kita semua.Semoga !

Sabtu, 16 Oktober 2010

Cerita Dibalik Proyek Dekorasi Display Lebaran 2010 Kantor Pusat Telkom

Sedikit mau berbagi cerita dibalik pekerjaan ini :

Setelah sekitar 11 hari Ramadhan sedang berjalan, di tengah siang yang mendung-cerah-mendung nggak menentu dan diantara pekerjaan rutin yang sedang kami kerjakan, tiba-tiba telepon berdering dan ternyata dari salah seorang staf Telkom yang meminta kami untuk membuatkan konsep "yang lain daripada sebelumnya" untuk dekorasi Display Lebaran di lobby Kantor Pusat Telkom di Japati, Bandung. Konsep design diminta untuk di tunjukkan kepada atasan beliau, besok pagi. 
Bayangkan kita harus mengkonsep sesuatu yang baru dan dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu kurang dari 24 jam ck...ck...ck, sebagai gambaran untuk tahun-tahun yang lalu (4 kali berturut-turut) konsepnya adalah padang pasir dengan atribut utama adalah binatang unta yang terbuat dari styrofoam.

Dalam suasana penuh tekanan karena kebetulan ada pekerjaan yang harus kami selesaikan dalam waktu cepat pula, maka segera kami putar otak. Ambil kopi ... ambil kue ... (karena kebetulan penulis nggak merokok) ... cari tempat ... dan ngelamun. 
Setelah ngelamun kurang lebih satu jam sambil dengerin musik-musik koleksi yang ada di folder MP3 workshop yang hampir 40 Gyga itu, tiba-tiba lagu berpindah ke lagu degung sunda (karena mode shuffle) dan srettttttttt...seketika ide jatuh dari langit-langit yang rada kotor akibat asap rokok teman-teman sekantor.

Setelah sedikit matang di kepala, rekan-rekan kita kumpulkan dan akhirnya didapatlah sebuah tema untuk dekorasi itu adalah "Suasana Lebaran di Sebuah Surau Kecil Tepi Sawah dan Jalan Desa" dan langsung kami gambar 3 dimensi dgn memakai program Archicad di combine dengan Adobe Photoshop sehingga keluarlah gambar konsep design kami sebagai berikut :


Dan setelah konsep tersebut kami ajukan keesokan harinya, kemudian dipelajari oleh team dari Telkom, kemudian di acc oleh petinggi yang berwenang, maka keesokan harinya lagi segera kami mendapat perintah untuk segera mengeksekusi design kami tersebut. Hah ??
Dan kami hanya diberi waktu 4 hari untuk mengerjakannya. Hahhhh ?? Pilihannya : take it or leave it. 

Pilihan yang berat sekaligus kembali menjadi tekanan untuk kami, tetapi percuma dong kami membuat tag line di workshop kami : how long that you can finish your creation in rush hour atau malah jangan-jangan tag-line inilah yang membuat pekerjaan-pekerjaan yang bersifat "rusuh" sering mampir di workshop kami ha...ha...ha !
Hanya dengan sedikit perbaikan pada konsep plus tawar-menawar (yang kami nilai sih hanya basa-basi), maka pulanglah kami dari Telkom menuju workshop dengan hati yang H2C alias harap-harap cemas.

Segera kita kumpulkan rekan-rekan, kita kupas konsep design ini secara lebih teknikal (karena konsep ini memiliki tampilan setengah 3 DImensi, dan setengah lagi 2 Dimensi berupa backdrop yang menempel di dinding). Setelah berdebat, berargumen dan saling tarik urat sambil diseling makan malam mie dan nasi goreng si Juri akhirnya dicapailah kesepakatan untuk teknik pembuatan yang murah dan cepat, dan paling penting yaitu mudah dalam hal instalment di lokasinya.

First thing in the morning esok harinya, kita sudah langsung memulai proyek ini. Berhubung sedang ada juga pekerjaan pembuatan rumah Bambu maka bahan baku bambu dan perlengkapan lainnya kita over dari proyek tersebut. Riuh sekali keadaan workshop, karena pekerjaan yang terbagi-bagi jenisnya, seperti : pekerjaan besi (las & cat), pekerjaan bambu (pembuatan saung & pancuran) serta pekerjaan printing (untuk backdrop) semuanya dikerjakan dalam waktu yang bersamaan di tempat yang sama sekali jauh dari luas itu.

Akibatnya pekerjaan harus digilir dan berakibat waktu kerja jadi melebar hingga tengah malam, tapi semuanya dinikmati saja apalagi konsumsi-konsumsi terus mengalir dengan lancarnya. 

Untuk bedug kami buat mirip sekali dengan aslinya, bahkan dapat dipukul juga.
Untuk badannya kami memakai drum besi yang kemudian kami finishing dengan memakai penutup bilah-bilah bambu. Bambunya juga kemudian kami coating supaya tampilannya lebih oke. Untuk penutup atasnya (kulitnya) kami gunakan bahan imitasi (oscar) yang kami tarik dan kemudian ditali.

Untuk saung (yang cuma setengah itu) kami pakai bahan bambu tali yang kemudian dirangkai mempergunakan pasak dari bambu juga dan dipercantik dengan ikatan tali-tali ijuk hitam.

Untuk backdrop kita mempergunakan Digital Printing diatas Frontlite MMT dengan resolusi tinggi, dan kemudian kami pasangkan di frame yang terbuat dari besi kotak 4x2 dan 2x2 lalu memakai kaki dari besi siku (karena frame backdrop ini harus dapat berdiri mandiri).

Sementara untuk tampilan orang-orangnya kami memakai mannequin yang kemudian kami dandani dengan make up dan baju-baju yang sesuai dengan suasana lebaran di desa.
Akhirnya setelah 3 hari berkutat di workshop, membuat dan mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam proses instalment, maka tibalah saatnya kami memasang dekorasi display tersebut di Lobby Gedung kantor Pusat Telkom Jl. Japati Bandung tepat pada schedule yang telah direncanakan dan diperintahkan pada kami. Thanks God.

Karena kami mulai mengurangi pemakaian styrofoam disetiap karya kami (nggak mau mewariskan racun pada anak cucu kelak !), maka kami memakai bahan-bahan yang natural, dan dapat dipakai ulang (reuse) dalam proyek ini, termasuk diantaranya kami membuat kolam lengkap dengan ikan dan pancuran bambu yang berbunyi (therapi untuk menghilangkan rasa stress barangkali ...), pohon kelapa asli (yang dibonsai), dan tanaman-tanaman lainnya yang tentunya asli juga.

Tanggal 31 Agustus 2010 jam 19.30 kami memulai proses instalment dan kurang lebih 9 jam kami berkutat di sana, membuat kotoran di sana-sini, minta air untuk bikin kopi dan curi-curi merokok dan semuanya dikerjakan dengan hati tenang. Konsumsi juga lancar karena tepat di seberang ada tenda nasi goreng yang buka 24 jam. Hmmm ... !

Karena kebetulan banyak karyawan telkom yang lembur maka di saat kami bekerja tersebut ada banyak komentar yang disampaikan pada kami. Rata-rata tanggapannya positif karena ini sesuatu yang baru untuk mereka "setelah bertahun-tahun serasa hidup di padang pasir katanya ... !". "Lebih membumi," yang lain bilang begitu, ada juga komentar yang lebih sekolahan "balancing untuk menandingi gambaran teknologi yang melekat pada telkom", dan karena di Bandung ada juga yang ngomong "an..@#$%&..ng, alus euy !".
Wah...wah...ngedenger komentar yang kaya gitu kita rasanya semakin giat dan makin perfeksionis, seperti habis dikasih exctacy deh rasanya ... semangat 45 !

Akhirnya pukul 04.00 tepat di tanggal 1 September 2010 kami dapat menyelesaikan proyek tersebut dan setelah membereskan dan membersihkan sisa-sisa perjuangan kami itu, kami segera angkat kaki sambil tak lupa say good bye ke seluruh Satpam yang "baik hati" itu. 

Syukur hingga acara Halal Bihalal Keluarga Besar Telkom 17 September 2010 tidak ada halangan berarti (kecuali pancuran mati karena saluran mampet), karena kami terus merawat dan memantau display tersebut tiap 2 hari sekali (termasuk di hari Lebaran ck...ck...). 


Segala rasa deg-degkan, cape, mau marah, letih langsung segera terobati saat begitu banyak pujian (sambil tentunya juga ada kritik disana-sini) dilemparkan kepada karya kami tersebut. Sebuah karya yang tercipta disaat tekanan kerja begitu hebat, sebuah karya yang tercipta dari sebuah lamunan .... 

Salam Damai selalu dari bumi design dan seni !